INILAH.COM, Jakarta - Serangkaian iklan yang digelontorkan Partai
Demokrat dengan berbagai macam keberhasilan pemerintah SBY, dinilai
PDIP sebagai sebuah kekeliruan. Sebab, berbagai keberhasilan tersebut
hampir dari keseluruhannya tidak mendasar. Iklan tersebut tidak lain
untuk menutupi berbagai kelemahan SBY.
"Kalau betul bahwa pemerintah itu sarat prestasi, seharusnya tidak usah
iklan. Iklan memang dimaksudkan untuk menutupi kelemahan-kelemahan
pemerintah di bidang yang defisit prestasi. Iklan pemerintah memang
ditujukan mengelabui rakyat," kata salah satu anggota Dewan Pakar
Ekonomi Megawati Institute, Hendrawan Suparatikno.
Hal tersebut disampaikan dalam keterangan persnya di sela-sela,
Rakernas ke-IV PDIP di Solo, Jateng, Rabu (28/1). Menurutnya, beberapa
keberhasilan itu seperti pencapaian swasembada beras pada 2008,
sebenarnya tidak terpenuhi. Sebab saat ini Indonesia masih mengimpor
beras rata-rata sebanyak 28,8 juta kg per bulan.
"Anda tahu bahwa konsumsi beras rata-rata 10 kg per bulan. Jadi impor
beras sebanyak itu cukup untuk memenuhi kebutuhan beras sebanyak 2,88
juta orang. Kok berani beraninya mengklaim telah berhasil berswasembada
beras. Sementara 2,88 juta orang diberi makan dengan beras impor?"
beber dosen ekonomi Universitas Kristen Salatiga ini.
Padahal, pada 2004 ketika Megawati menjabat sebagai presiden, Indonesia
telah mencapai swasembada beras. Ketika itu Menteri Pertanian dijabat
Bungaran Saragih. Namun, Ketum PDIP itu tidak menggembar-gemborkan
prestasi tersebut.
Begitu juga dengan iklan utang rasio Indonesia, yang diklaim diturunkan
34% dari PDB. Padahal sebenarnya pemerintah sekarang inilah yang
mewariskan utang terbesar yang berjumlah US$ 86 miliar. Itu juga
ditambah dengan utang domestik sebesar Rp 519 triliun.
"Kalau nilai tukar adalah Rp 11.000 per dolar, maka jumlah utang
pemerintah adalah sebesar Rp 1,456 triliun. Sebuah jumlah utang paling
besar dalam sejarah berdirinya Indonesia. Jadi bayi yang baru lahir
sekalipun harus menanggung beban utang sebesar Rp 11,5 juta. Karena
itu, tangisan bayi-bayi di republik ini adalah yang paling nyaring,"
jelasnya.
Jika dibandingkan dengan jumlah utang di akhir pemerintahan Megawati,
lanjut dia, totalnya hanya berkisar Rp 1.100 triliun. Jadi selisihnya
dengan pemerintahan SBY sebanyak Rp 365 triliun. Pemerintahan SBY
setiap tahunnya menambah utang sejumlah Rp 91 triliun.
"Jadi siapa yang mewariskan utang lebih banyak, Ibu Mega atau SBY? Jadi
siapa yang lebih berprestasi dalam menekan utang pemerintah Ibu Mega
atau SBY?" tanyanya. [jib/bar]