VIVAnews - Rencana Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi terus menuai kontroversi. Komisi I yang merupakan mitra kerja sekaligus pengawas kinerja Kemkominfo pun akhirnya meminta Menkominfo untuk secara tegas mencabut RPM Konten tersebut.
"Tidak perlu basa-basi. Sampaikan langsung kepada publik dengan tegas bahwa RPM ini dicabut," ujar Wakil Ketua Komisi I, Hayono Isman, dalam diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 20 Februari 2010.
Hayono menambahkan, apabila tidak ada pernyataan tegas dari Menkominfo, maka akan timbul kontroversi berkepanjangan di tengah publik maupun pengguna internet di dunia maya.
Hayono yang merupakan fungsionaris Demokrat tersebut menyatakan, tanpa RPM Konten pun, pengaturan tetap dapat berjalan, karena sudah ada UU Penyiaran dan UU ITE. "Jadi, pemerintah tidak perlu khawatir. Partai Pak Tifatul juga tidak perlu khawatir," kata Hayono. Oleh karena itu, Hayono mendesak agar Menkominfo secara ksatria mengaku salah terkait digelontorkannya gagasan mengenai RPM Konten.
"Pemerintah perlu membantu penguatan publik dengan tidak mengatur-ngatur apalagi melakukan pembatasan terhadap hak-hak publik di era reformasi ini," tegas Hayono. Ia kembali menekankan, Menkominfo Tifatul Sembiring harus segera menyadari kekeliruannya. Hal ini secara lebih lanjut akan dibahas antara Komisi I DPR dan Kemkominfo pada Rapat Dengar Pendapat hari Rabu mendatang di Gedung DPR RI.
"Kami harap RPM ini hari Senin sudah dicabut. Tidak perlu sampai tunggu dua minggu. Kalau bisa Senin, cabut Senin," tandas Hayono. Ia meyakinkan, sikap kerasnya terkait RPM Konten tidak ada sangkut pautnya dengan kedudukannya sebagai fungsionaris Partai Demokrat yang akhir-akhir mengalami tekanan kuat dari mitra koalisinya. "Saya bicara sebagai Komisi I DPR yang mengawasi sektor komunikasi, informasi, dan kepenyiaran. Bukan sebagai kader Demokrat," tukas Hayono.
Bagaimanapun, Hayono meminta berbagai pihak untuk juga memahami kekhawatiran Menkominfo terkait hal penistaan agama melalui internet yang kini makin marak. "Memang perlu dicari solusi yang tepat," ujar Hayono mengakui. Namun ia meminta solusi itu tidak dengan mengatur para pengguna internet. Menurutnya, pengguna internet lambat laun sudah mulai dapat mengatur diri mereka sendiri. "Bahkan para blogger pun sudah membentuk kode etik antarsesamanya sendiri," kata Hayono.