VIVAnews - Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika dinilai sebagai wujud keputusasaan pemerintah.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Valens Riyadi, dalam diskusi Trijaya bertema "Kontroversi RPM Kominfo" yang digelar di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 20 Februari 2010.
"Ini wujud keputusasaan pemerintah dalam menindak pelaku kejahatan di internet," ujar Valens. Menurutnya, alih-alih mengatur konten multimedia dalam RPM, seharusnya polisi-lah yang bertugas untuk mencari dan menangkap sejumlah pelaku kejahatan di dunia cyber. "Jadi bukan justru pengelola konten multimedia yang diberangus," tandas Valens.
Valens menegaskan, APJII tidak sekedar gembar-gembor untuk menolak RPM, karena APJII juga telah memberi masukan yang cukup detail ke Kemkominfo lewat Humas Kemkominfo. Ia bahkan mengakui, Menkominfo Tifatul Sembiring berkata benar, bahwa APJII memang dilibatkan dalam berbagai pembahasan Kemkominfo sejak tahun 2006.
"Tapi maksud dilibatkan itu ialah hanya sebatas memberi masukan, sementara draft hasil RPM dibuat tanpa persetujuan kami," jelas Valens. Oleh karena itu, ia justru menjadi khawatir, bahwa jangan-jangan hanya dengan datang dan membubuhkan tanda tangan sebagai peserta rapat di Kemkominfo, lantas hal itu dianggap sebagai tanda sepakat atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kemkominfo.
Menanggapi sejumlah kekhawatiran dan respon negatif dari berbagai elemen masyarakat tersebut, Komisi I DPR yang merupakan mitra kerja sekaligus pengawas Kemkominfo akhirnya meminta Menkominfo untuk mencabut RPM Konten Multimedia. "Tidak usah basa-basi. Tegaskan pada publik bahwa RPM dicabut. Kalau bisa Senin ini sudah dicabut, tidak perlu menunggu berlama-lama," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, Hayono Isman, dalam forum diskusi yang sama.