JAKARTA, KOMPAS.com - Niat Bank Indonesia (BI) untuk membatasi arus dana asing mendapat dukungan dari para ekonom di tanah air. Salah satu opsi yang tengah dikaji BI adalah pembatasan penempatan dana asing di Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Chief Economist Bank Mandiri Mirza Adityaswara menilai, pengaturan dana asing di SBI sudah saatnya dilakukan mengingat selama ini keberadaannya malah sering menimbulkan gejolak di sistem keuangan Indonesia. "Dana asing di SBI selalu membuat gejolak baik pada saat masuk maupun keluar dari Indonesia, sehingga perlu diatur," ujarnya kepada KONTAN, Senin (14/6/2010).
BI mestinya menyadari kondisi dunia sudah jauh berubah. "IMF yang dulunya anti pelarangan terhadap aliran modal sekarang malah memperbolehkan dan menyarankan negara-negara berkembang untuk berhati-hati terhadap hot money di pasar keuangan," katanya.
Perubahan sikap IMF tersebut dilatarbelakangi krisis sektor keuangan di Amerika Serikat dan kejatuhan pasar modal di negeri Uwak Sam tersebut.
Selain itu, layak diingat bahwa dana asing di SBI itu bisa dibilang tidak membawa manfaat apapun bagi perkembangan perekonomian nasional. Maklumlah, SBI adalah instrumen moneter, dana yang parkir di SBI itu tidak bisa digunakan untuk apapun kecuali untuk operasi moneter. Dus, memang murni dana menganggur.
Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menambahkan, BI mesti mencari cara paling efektif untuk meredam efek buruk hot money."Investor asing yang membeli SBI selama ini sifatnya memang spekulatif, lebih baik jika dana-dana tersebut masuk ke sektor riil atau setidaknya ke pasar saham atau SUN," imbuh Fauzi.
Namun, cara apa yang paling efektif memang belum ditemukan. "Yang paling efektif, bagaimana caranya agar dana asing tersebut masuk ke sektor riil saja, menjadi foreign direct investment," ungkapnya. (Ruisa Khoiriyah/Kontan)